Balada Naik Commuter tapi Kok Muter? (Part 1)




Dua tahun lalu, 2014 tepatnya bulan Juni gue dan 3 teman gue : Panji, Allan, dan Rian bikin rencana dadakan. Lo jelas semua udah pada tau festival music and clothing Jakcloth kan ? Oke gue anggap kalian tau. Nah, gue dan 3 teman gue saat lagi ngumpul di rumah Panji, tiba-tiba tercetus ide untuk jalan ke Jakcloth summer fest tahun lalu. Asli dadakan.

Kita panjang lebar berunding tentang  mulai dari jam berapa kita berangkat, kita mau naik apa ke sana, makan apa nanti, jam berapa kita bakal pulang, pake kolor apa gak kita kesana, atau sikat gigi dulu apa gak kita kesana. Oke yang itu gak masuk list. Tapi by the way kalo kaya gini berarti direncanain dong ya ?

Di tengah rapat, Rian nyamber omongan kita, "Men!" Kata Rian sambil nepuk pundak gue.

"Lo mau ikut masuk ke Jakcloth apa ikut gue ke Book Fair?" Rian matanya serius. Karena gue dan Rian punya hobi yang sama yaitu baca dan tulis novel Rian mungkin otomatis ngajak gue.

"Ada Book Fair? Dimana?" Tanya gue heran.

Obrolan yang awalnya ada 4 suara sekarang tinggal gue dan Rian yang heboh.

"Payah lo! Masa ada Book Fair lo gak tau?" Gue dengernya gak kaya pertanyaan, tapi ejekan.

"Serius gue gak tau."

"Nih," Rian ngasih handphonenya ke gue, disitu ada gambar event Book Fair.

"Jakarta Book Fair di Istora, men?"

"Iya, makanya mendingan lo ikut gue, biar dua anak itu masuk ke Jakcloth." Tangannya nunjuk-nunjuk ke dua teman gue yang lainnya.

Hmmm gue pikir-pikir kayanya emang seruan ke Book Fair sih. Lebih bersih, adem, damai, lebih kelihatan cerdasnya. Walaupun gue juga penikmat musik bahkan gue gitaris band bergenre post hardcore (pamer) gue urungkan niat untuk nonton-nonton band di Jakcloth kali ini.

Jakarta Book Fair 2014, event tahunan Jakarta ini ternyata agenda perayaan ultah Jakarta. Jakarta Book Fair tahun 2014 dimulai dari 23 Mei - 1 Juni. Event ini udah yang ke 24 kalinya. Gue baru kali ini berniat dateng ke event tersebut.

Di Jakarta Book Fair ada banyak penerbit buku buka stan disitu. Banyak juga acara dari masing-masing stan. Ada diskusi buku, launching buku, dan masih banyak lagi. Contohnya salah satu stan yang akan gue datengin adalah Gagasmedia Group, penerbit favorit karena bukunya keren-keren. Karena gue akan jalan tanggal 31 Mei, jadi acara yang ada pada tanggal itu di Stan Bukune adalah workshop nulis komedi bareng @shitlicious (Alit Susanto) dan Alit juga akan launching buku barunya yang berjudul Relationshit. Ini semua rekomendasi Rian juga.

Namanya juga pecinta buku, ya langsung jabanin pikir gue. Ya walaupun rumah gue jauh. Rumah gue di daerah terpencil di kabupaten Tangerang. Namanya Rajeg. Oke lo tau Rajeg ? Kalo lo tau, berarti level wawasan lo amat sangat.....? Miris men.
Yaiyalah jelas gak ada yang tau Rajeg itu dimana.

Gue, Rian, Allan dan Panji akhirnya sepakat kita bakal berangkat jam setengah satu siang, naik kereta Commuter Line. Kenapa kita naik Commuter ? Kenapa kita lebih pilih Commuter, karena lebih irit karena budget waktu itu minim abis, yang jelas cepat dan gak macet.

Setelah perundingan, gue dan teman-teman gue pulang kerumah masing-masing untuk prepare. Kecuali Panji, kita kan daritadi ngumpul di rumah Panji, masa Panji disuruh pulang juga.

Setengah jam kemudian kita ber empat udah kumpul kembali dan udah siap berangkat. Akhirnya jam setengah satu berangkatlah kita naik motor. Gue dibonceng sama Panji sedangkan Rian dibonceng Allan. Awalnya kita bingung mau berangkat dari stasiun mana nanti, Serpong atau Poris. Karena gue pikir arah BSD jam segitu pasti macet, alhasil kita pilih stasiun Poris.

Sampailah kita di stasiun Poris. Dari daerah rumah gue sampai ke stasiun Poris kira-kira nempuh waktu satu jam. Karena stasiun Poris gak ada tempat untuk parkir motor, kita terpaksa memarkirkan motor di terminal bus Poris yang ada di sebrangnya. Cukup jalan kaki juga udah sampai di Stasiun.




Kita ber empat jalan deketin loket untuk beli tiket (tiket jangan pake huruf O, nanti jadi "tikot"). Setelah beli tiket, kita nunggu kereta dengan mimik muka yang gembira. Ekspetasi gue saat itu pasti sama kayak teman-teman gue : kita nunggu kereta, gak lama kereta datang kita langsung naik, 45 menit kita udah sampai di senayan, lalu kita riang gembira disana.

Ternyata eh ternyata, 15 menit nunggu, keretanya masih belum datang juga. Karena gue orang yang penyabar, penyayang dan rajin nabung, gue tungguinlah kereta sampai datang. 10 menit kemudian keretanya datang, gue dan tiga teman langsung masuk ke gerbong, penuh dengan ekspresi girang. Ah akhirnya berangkat juga. Adem men.

Di perjalanan gue duduk sebelahan sama Rian. Bukan berarti gue homo yang selalu deket-deket sama dia. Panji dan Allan duduk di bangku sebrang. Di sebelah Allan ada seorang ibu-ibu yang membuat mendadak ketawa. Tapi dalem hati ketawanya. Gue langsung kasih tau Rian apa yang gue lihat.

"Men, lo lihat kan ibu-ibu yang di sebelah Allan?" Bisik gue ke Rian. "If you know what i mean."

Rian langsung ketawa ngakak tapi dia berusaha nahan ketawanya supaya gak dilihat penumpang seisi gerbong.

"Kira-kira ibu-ibu itu sering ngelem apa sering begadang ya, men?" Kata gue sambil ketawa-ketawa.

Kalo dilihat-lihat mukanya kayak hasil hubungan gelap kucing beler abis ngelem aibon sama lele dumbo. Alhasil ya itulah, orang yang ada di samping Allan.

Gue dan Rian berusaha nahan ketawa supaya gak jadi bahan tontonan. Allan dan Panji yang sadar kita berdua ketawa mereka nanya, "lo pada kenapa?"

Gue dan Rian cuma geleng-geleng sambil nahan ketawa.

30 menit kemudian kereta berhenti di stasiun Duri. Disini kita transit untuk lanjut lagi ke stasiun Tanah Abang lalu stasiun tujuan Palmerah. Yang kampretnya lagi nih, gue harus nunggu keretanya datang, gue pikir setelah turun transit, langsung pindah ke gerbong kereta tujuan Palmerah. Dan kereta datang 15 menit kemudian. Segeralah kami masuk ke gerbong.

"Penuh, men." Sahut Panji.

"Ya udah berdiri aja, Ji." Kata Rian yang kelihatannya semangat terus.

Oke gue berdiri terhimpit-himpit penumpang lain. 3 teman gue yang lainnya berdiri di dekat pintu gerbong, sedangkan gue di depan kursi penumpang. Tiba-tiba gue mencium aroma busuk. Ini siapa yang buang bangke tikus di dalam kereta, pikir gue. Gue coba tengok ke bawah siapa tau ada bungkusan yang isinya tikus yang dimutilasi. Gue tengok kesana-kesini gak ada yang mencurigakan.

Sampai pada akhirnya gue sadar berasal darimana bau tersebut. Si pelaku ternyata tepat ada di depan gue yang lagi beridiri. Gue rasa dia pake deodorant gak tepat pada tempatnya. Yang mestinya diolesin di ketek, mungkin dia olesin mulut. Gue harus sesabar mungkin nahan baunya sampai penumpang itu turun.

Di stasiun Tanah Abang ternyata penumpang itu gak turun. Tapi orang yang duduk di kursi depan gue turun. Ah akhirnya gue bisa duduk dan terhindar godaan ketek yang terkutuk. 3 teman gue yang lain juga ikut duduk di kursi lain.

Tepat jam 4 lewat 10 menit kita akhirnya sampai di stasiun Palmerah. Gue pikir perjalanan bakal seindah ekspetasi. Oke gak apa-apa yang penting kita udah sampai tujuan.

Eit, tapi dari stasiun kita gak langsung tiba-tiba muncul di depan Jakcloth. Masih ada perjalanan kira-kira 2km lagi. Itu aja belum sampai di Jakclothnya, cuma baru di gerbang kompleks GBK. Semangat, anggap aja gerak jalan yang pesertanya cuma ada 4 orang gembel.

Sesampainya di Parkir Timur kelabilan gue muncul. Jakcloth apa Book Fair ya?
Jakcloth terlihat menggiurkan dengan sejuta pengunjungnya yang rupawan dan musik-musik yang canggih.

Rian kayak baca pikiran gue, "udah men mending ke Book Fair aja kita, banyak ilmunya. Kecuali ilmu hitam."

Kata gue spontan, "yang punya ilmu hitam kan cuma Panji, men." Gue, Rian, dan Allan ngakak.

Si Panji yang jadi bahan cengan karena dia yang paling item cuma ngebales, "kampret!"

Akhirnya gue masuk ke Istora, gue gak berdua sama Rian, tapi Panji dan Allan yang niatnya pengen ke Jakcloth malah ngikut masuk ke Istora.

Waktu itu kita gak langsung ke stan Gagas Media, ya berhubung belum tau juga di mana stannya mending muter-muter ke stan lain sambil cari stan Gagas Media.

Muter, muter, muter akhirnya nemu juga stan Gagas, tapi ko Alitnya gak ada ya?

"Kata lo ada si Alit, men ?" Tanya gue ke Rian.

"Ada," Rian juga kelihatannya bingung. "Coba lo tanya dah!"

Waktu gue mau nanya, gue malah disuruh sama mas-mas yang jaga stan buat duduk di kursi yang ada di stan.

Kata mas-masnya sih, "udah gak apa-apa duduk dulu aja. Itu teman-temannya ajak juga. Entar dikasih sesuatu dari Gagas."

Kayak modus penculikan yang diiming-imingin hadiah.

3 anak gembel itu malah pada kabur ninggalin gue sendirian sambil cengar-cengir.

"Jeroan laler!" Dalam hati gue.

Terpaksa kan gue duduk. Ternyata ada 2 penulis yang lagi launching buku barunya. Karena cuma ada gue dan 3 teman kampret gue di situ alhasil kitalah yang disuruh nontonin bahas buku baru mereka itu. Karena 3 orang gembel itu kabur, Jadi cuma gue doang yang duduk.

2 penulis itu adalah Andrean Frank dan Titoley Yubilato. Andrean bahas buku barunya yang berjudul Aku Rapopo. Sedangkan Titoley bahas buku tentang fashion yang judulnya Mens Guide to Fashion.

Waktu Andrean bahas bukunya gue masih ngikutin banget, gue perhatiin apa yang dia ceritain dari isi bukunya, karena ngebahas tentang jomblo. Nah pas Titoley bahas bukunya, gue mati gaya. Dia ngomongin fashion. Look at men now, men! Fashion gue gak banget.

Di tengah-tengah pembahasan ada yang namanya sesi tanya jawab. Di situ emang rame, rame sama yang jaga stan Gagas, sedangkan gue pengunjung sendirian. Mas-mas yang tadi nyuruh gue duduk nanya sama Titoley. "Kira-kira fashion yang cocok buat gue gimana ya?"

Si mas-mas itu kelihatannya emang udah keren tapi masih pake nanya lagi.

"Tergantung di mana dan lagi apa sih sebenernya," kata Titoley. "Lo sih udah cocok banget sama penampilan lo."

Tito melihat ke arah gue, gue bisa bayangin apa yang dia pikir "ini anak gembel lampu merah ngapain kesini?"

Setelah berbincang-bincang, acara bahas buku barunya selesai. Gue tengak-tengok pada kemana ini 3 siluman cincau.

Si mas-mas Gagas nyamperin gue yang lagi kebingungan, dia bilang, "tadi kan gue udah janjiin sama lo hadiah dari kita nih, gue kasih ini nih." Si mas-mas ngasih sebuah novel ke gue. Judulnya Past and Curious.

"Mas saya udah punya yang ini." Udah dikasih malah nawar kan gue. Gue balikin bukunya sambil cengar-cengir.

"Ya udah yang ini aja ya, novel After Rain."

"Wah makasih mas novelnya," gue cengar-cengir lagi. "Oh, iya ngomong-ngomong katanya ada Alit. Di mana ya mas?"

"Alit mah ada di ruang harmony, acara udah mulai dari 15 menit yang lalu"

"Ruang harmonynya ada mana ya?" 

"Lo dari sini lurus, ke kanan terus ada hall dikiri lo masuk, disitu ada ruangan namanya harmony."

"Oke thank you, mas."

Gue langsung telpon teman-teman siluman gue itu, tapi eh tapi sinyalnya zonk banget.
Ya udah terpaksa gue cari sekitar-sekitar stan Gagas. Ketemulah 3 anak itu. Ternyata gak jauh dari stan gagas, mereka pada duduk di kursi penonton yang ada di Istora. Kampretnya mereka cengar-cengir ngeliat gue.

"Kampret, gue ditinggal sendirian." Kata gue ke mereka. "Ayo gue tau nih dimana Alit. Lo pada ikut gue aja."

Setelah kita sampai di depan ruang harmony, Panji dan Allan mutusin buat ke Jakcloth sesuai rencena mereka, gue dan Rian masuk ke dalam ruangan.

Kelihatannya emang udah lumayan telat, gue dan Rian begitu masuk gak langsung duduk, kita disuruh isi tanda tangan dulu buat data orang yang ikut workshop nulis dan kita dikasih buku kayak buku catatan gitu plus pulpen. Akhirnya duduklah kita.

Setelah gue ngikutin apa yang dibahas sama Alit, gue cukup ngerti poin-poinnya. Suasananya emang asyik, kocak karena emang bahas nulis komedi.


Yang namanya seminar atau workshop pasti ada sesi tanya jawab, kebetulan waktu itu gue emang pengen banget nanya, yaudah gue angkat tangan aja gue tanya.

Share:

2 komentar

  1. bagus nih storybya. wkwkkwk masih bersambung ternyata, ditunggu sambungannya :D

    BalasHapus
  2. Thanks men udah baca plus komen :D ditunggu aja part 2nya, berasa kayak drama korea ada lanjutannya haha

    BalasHapus